Senin, 14 Maret 2016

Asmara Ong Tien mengejar Sunan Gunung Jati



Kisah ini bermula dari sebuah sandiwara yang diadakan Kaisar Gie dinasti Ming. Sandiwara ini dirancang kaisar karena ia geram adanya dakwah agama Islam, dengan metode pengobatan keliling. Pengobatan yang dilakukan tidak seperti pengobatan ala China yang menggunakan ramuan tradisional, tetapi hanya dengan doa dan gerakan sholat. Dakwah agama Islam ini dilakukan oleh Syarif Hidayatullah, seorang yang datang dari Jawa. banyak rakyat yang beragama Budha beralih ke Islam, lantaran terpesona oleh kharisma Syarif Hidayatullah. Guna membendung banyaknya perpindahan agama, maka sang kaisar membuat siasat muslihat yang disebut dora sembada-semacam dusta jebakan untuk maksud jahat tertentu.


Pada suatu hari yang telah ditentukan, Syarif diundang resmi ke istana sebagai tamu agung. Sebuah penyambutan yang istimewa tentunya. para pembesar, pejabat tinggi militer, para punggawa, dan tamu undangan lain tumpah ruah di balairung istana. Banyak kilau lampau membuat kesan hinggr bingar. Menu makanan yang istimewa berada di setiap sisi ruangan. Tak lama berselang, sampai lah Syarif Hidayatullah diperjamuan  mewah dan megah itu. Ia disambut upacara kenegaraan yang "waaooo" pokonya. Syarif dilayani dengan sangat istimewa dan dipersilakan menikmati kesenian istana. 

Kala semua prosesi pesta hampir usai, tiba-tiba muncul wanita yang sangat cantik, mempesona, dan membahana halilintar. Usiannya masih belasan tahun, masih ABG (anak baru gedhe). Kulit tubuhnya putih mulus bak pualam, dagunya seperti lebah bergantung. Sungguh seluruh hadirin terkesima. Dada setiap lelaki normal berdesir takjub. Beberapa detik ruangan membisu, sunyi mencekang.

"Keindahan seperti ini tak mungkin dapat aku dustakan," kata seorang pujangga istana.
"Inikah bidadari tak bersayap itu," timpal seorang jenderal yang ada didekatnya.

Gemulai Ong Tien berjalan, mendekati ayahandanya untuk memberikan hormat bakti. Sesekali ia melirik seorang tamu agung yang duduk tak jauh dari kaisar. sang tamu pun tak kuasa menahan lirikan. Maklum, tamu agung itu juga manusia! Timbul getar-getar aneh pada perasaan Ong Tien ketika empat mata itu saling bertatapan. Darahnya menjadi hangat, jantungnya berdetak lebih cepat tak seperti biasanya. Dan wajahnya merona merah. Rupanya cinta telah bersemi pada pandangan pertama.

"Tuan Syarif, ini adalah anak perempuan saya satu-satunya. Ia telah lama menderita penyakit yang tak ada obatnya. Coba Anda lihat perutnya yang buncit itu! Saya mohon Tuan bisa mengobatinya." Suara Kaisar Gie memecah keheningan.

"Maaf Tuan, saya tak dapat menyembukannya. Putri Tuan tidak usah diobati. Karena bukankah orang hamil itu tak perlu diobati?" jawab Syarif sambil melirik ke arah Puteri Ong Tien.

Seketika gemuruh terdengar di tempat pertemuan itu. Selain sabda kehamilan yang mengada-ada itu, rumor kesaktian sang tabib jawa itu ternyata bualan."Anda salah Tuan Syarif, Anda kalah," kata kaisar, "Perut puteri saya ini bukan berisi bayi, tapi bokor kuningan yang diikatkan," imbuhnya.

Suara-suara sumbang para hadirin riuh rendah. Ada yang hanya melonggo terheran-heran, ada yang menyayangkan, tapi mayoritas meledek (melecehkan) Syarif Hidayatullah. Ia diundang untuk dipermalukan, ia dianggap kalah dalam sandiwara yang menjebak itu. Dituding melakukan kebohongan publik. belum sempat ia melakukan pembelaan, tabib jawa itu diusir  dari negeri Tirai Bambu.

MENGEJAR CINTA SEJATI

Sang tabib jawa yang bernama Syarif Hidayatullah itu adalah Sunan Gunung Jati. Salah satu dari kelompok ulama besar Wali Songo ini akhirnya kembali ke tanah Jawa. Kemudian mendirikan Kesultanan Cirebon-sebelumnya benama Pakungwati. Namun sepeninggalannya dari negeri Tirai Bambu, kekaisaran Ming heboh, dilanda penyesalan yang tiada tara. Aneh bin ajaib, ternyata belakangan diketahui, Puteri Ong Tien hamil sungguhan. Bokor kuningan diperutnya itu lenyap.

Menurut ahli budaya Cirebon dari Universitas Indonesia, Rizal Nova, ada versi yang agak 'nakal' mengenai kehamilan misterius itu. "Ada kemungkinan Puteri Ong Tien hamil diluar nikah dengan Sunan Gunung Jati. Dua-duanya masih muda dan sedang dilanda asmara. Sunan Gunung Jati kan juga manusia ," kata Rizal. pendapat yang mengundang kontroversi , mengingat reputasi Sunan.

Apapun penyebabnya, yang jelas Puteri Ong Tien diliputi perasaan duka. Kesedihannya semakin menjadi setelah ia sadari suatu: ia benar-benar  jatuh cinta kepada sang tabib jawa, Syarif Hidayatullah. Ia sedang kasmaran, Sunan Gunung Jati menjadi puisi terindah di setiap malam. Gara-gara ia mengeja bait demi bait puisinya itu, kerap kali air mata harapan dan air mata kerinduan jadi satu. Selalu membasahi pipinya setiap malam. Memang kekuatan cinta begitu dasyat. Barang siapa pernah jatuh cinta, pastilah tau tentang kekuatan cinta.

Kaisar Gie bermuram durja, menyesali perbuatannya yang telah mengorbakan puterinya demi kepentingan politik. Ia pun sadar, Sunan Gunung Jati adalah seorang yang lunuwih, memiliki ilmu weruh sak durunge winarah. Semakin hari yang berlalu, semakin besar rasa rindu Ong Tien kepada Sunan Gunung Jati, sang pujaan hati.

Suatu hari yang haru, kaisar Gie duduk tepaku di samping dipan puteri kesayangannya. Kehamilan sang puteri terlihat semakin membesar seiring berjalannya waktu. Wajahnya pilu, kondisinya sangat lemah. Sampai kaki dan tangannya susah digerakan. Kaisar sangat sedih, air matanya pun menitik tak kuasa menahan tatapan kuyu mengoyak hati.

Saat itulah dengan kodisinya yang lemah sehingga kalimatnya terbata-bata, Ong Tien memohon. "Ayahanda, ijinkan Ananda bertemu dengan tabib itu, atau Ananda akan segera mati berkalang tanah." Seketika kaisar Gie mengiyakan permintaan itu, meski bingung hendak mencari tabib itu kemana. Kemudian telik sandinya dapat memdeteksi posisi Kanjeng Sunan Gunung Jati di Jawa, lebih tepatnya Cirebon (dulu Cerbon). Dengan diijinkannya mencari pujaan hatinya dan informasi keberadaannya, nampaknya sedikit memberi penyejuk hati, setelah lama hatinya kering kerontang. Meski belum berjumpa dengan pujaan hati, namun harapan ini adalah sumber kekuatan baru sang puteri kaisar ini,

Kaisar segera memerintahkan pelautnya, Laksaman Lie Gwan Cang dan nahkoda Lie Gwan Hien untuk mempersiapkan tujuh kapal yang hendak berlayar ke pulau Jawa. Kapal dilengkapi dengan pasukan keamanan khusus dan perlengkapan khusus, dua kapal khusus untuk mengangkut barang-barang: pakaian, perhiasan, keramik, guci, piring dan cindera mata lainnya. Barang ini sebagai hadiah untuk Sunan Gunung Jati. Kaisar Gie juga menulis surat secara khusus kepada Sunan Gunung Jati keturunan Prabu Siliwangi ini. Isinya berupa permohonan agar puterinya segera dinikahi.

Menurut sinolog UI, Prof. DR Abdullah Dahana, ada versi lain mengenai muhibah Ong Tien ke Jawa, yakni urusan politik hubungan internasional antar kerajaan. lebih tegas lagi, Puteri Ong Tien adalah hadiah persembahan untuk Sultan Syarif Hidayatullah demi mempererat hubungan diplomatik Cina-Cirebon. Di masa lalu, perkara ini memang lazim adanya.

RATU RARA SUMANDING 

Entah pendapat mana yang benar, namun versi yang lebih kuat-beredar di masyarakat-adalah kecintaan Ong Tien kepada Sunan Gunung Jati yang membuatnya tego pati berlayar membelah laut. Konon, berbulan-bulan lamanya robongan itu mengarungi samudera. Sampai akhirnya, pada sebuah senja, mereka berlabuh di pelabuhan Muara Jati, Cirebon. Berbagai rasa menjadi satu dalam sanubari Ong Tien. Rindu bercampur rasa bersalah, was-was dan harap-harap cemas dan antara keyakinan dan asa melambung. Namun, ketika menginjakan kaki di Keraton Cirebon, harapan untuk segera berjumpa sirna. kanjeng Sinuhun Sunan Gunung Jati sedang mengajar agama di daerah Luragung-sekarang wilayah Kuningan, Jawa Barat. Karena rindu yang tak terbendung, Puteri Ong Tien memohon kepada kerabat keraton untuk mengantarkan ke sana. Malam itu juga, setiba di Bangsal Agung, Ong Tien bersimpuh menangis di pangkuan Sinuhun, memohon pertolongan, dan menceritakan isi hatinya. Rasa rindu telah terobati. Cinta telah kembali ke pangkuan. Dan pertemuan yang sangat dinanti itu berlangsung Syahdu.

Namun di tengah sesak para murid dan prajurit kerajaan, tiba-tiba terdengar suara keras benda yang terjatuh. Rupanya bokor kuningan itu gugur dari rahim Puteri Ong Tien dengan disertai cahaya menyilaukan dari kewanitaannya. seketika hadirin terperanjat, setelah bokor itu keluar, kecantikan Ong Tien kembali seperti sedia kala-kecantikan tiada tara seperti ketika masih di negeri Cina.

Tak lama berselang, Ong Tien menjadi muslimah, dan mereka pun  menikah. Setelah menjadi Istri Sunan Gunung Jati, Ong Tien tidak tinggal di Keraton Cirebon, melainkan di Luragung. Setahun kemudian, seorang putera lahir dari pernikahan itu. Sang Putera ini menjadi Adipati Awangga, alias Pangeran Kuningan. Itu lah cikal bakal kota Kuningan.



Empat tahun setelah menikah, Puteri Ong Tien meninggal dunia pada usia 23 tahun. Makamnya ada di Gunung Sembung, penuh dengan nuansa Tiong Hoa. Kini makamnya ramai dikunjungi warga keturunan Tiong Hoa. Karena peristirahatannya yang terakhir bersanding dengan makam Kanjeng Sunan Gunung Jati, Puteri Ong Tien lebih akrab disapa Ratu Rara Sumanding. Demikian kisah cinta yang mengharu biru. Begitulah cinta, tak mengenal samudera memisahkan. Dengan mudah samudra rintangan dilewati, karena Ong Tien adalah puteri seorang kaisar, yang mempunyai armada kapal beserta kru nya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar