Minggu, 17 September 2017

Mitos Jawa Ritual Pamer Payudara di Umbul Manding

Ada larangan tak tertulis bagi kaum perempuan yang mandi di sumber air yang dikeramatkan ini. Mereka dilarang menutupi payudaranya. Alhasil, ritual pamer payudara pun semarak. Terutama di malam Jum’at Legi….

Umbul Manding sumber air bersih yang ada di Desa Semanding, Keca. Pucanglaban, Kab. Tulungagung, Jawa Timur. Sejak dulu debit air di tempat ini memang besar. Bahkan, saat kemarau panjang sekalipun, umbul ini tak pernah kekurangan air.

Karena debit airnya yang relatif besar dan bersih, maka sumber air ini sejak dulu dimanfaatkan warga Desa Semanding dan sekitarnya. Terutama untuk masak, mandi, mencuci, bahkan untuk mengairi sawah. Maklum saja, Umbul Manding memang berada di daerah pegunungan yang amat sulit air.


Yang dapat dikatakan unik, tempat yang biasanya digunakan untuk mandi sejak dulu sengaja dibiarkan terbuka. Tidak ditutupi apa-apa. Padahal, yang mandi disitu tidak hanya laki-laki, tapi juga perempuan. Mereka berbaur menjadi satu untuk mandi bersama.

Adakah rasa kikuk atau malu pada diri mereka? Mungkin karena sudah menjadi kebiasaan, maka tidak ada yang merasa malu jika dilihat orang, terutama lawan jenis. Bahkan kalau kaum perempuan sedang mandi mereka sama sekali tidak perlu merasa repot menyembunyikan payudaranya. Bahkan, ada kesan payudara itu sengaja dipamerkan.

Bagi warga pendatang yang belum terbiasa, kalau mandi di Umbul terpaksa menutupi payudaranya. Salah satunya seperti dialami Darsini, seorang guru SD yang ditugaskan mengajar di daerah itu.

Bu Darsini mengaku pada awalnya sangat malu kalau mandi di umbul. Namun, karena tidak ada sumber air di desa tempatnya mengabdi selain umbul itu, dia terpaksa mandi disitu juga. Karena masih malu, pada awalnya kalau mandi terpaksa dia memakai baju. Lama-lama karena sudah biasa bajunya dilepas, begitu juga BH-nya. Akhirnya, kalau mandi telanjang dada.

“Tidak tahu kenapa, tapi mungkin karena kebiasaan, sekarang kalau mandi saya ikut dengan warga. Semuanya pamer payudara,” kata Bu Darsini sambil tersenyum. Walau didekatnya ada Pak Guru dia tidak merasa malu lagi. “Biarin, dari pada dilihat orang lain, lebih baik dilihat teman sendiri,” selorohnya.

Karena ritual mandi telanjang dada ini, maka siapa saja yang kebetulan lewat bisa melihat dengan jelas payudara wanita-wanita desa setempat.

Dilihat dari dekat, masyarakat Desa Semanding memang tergolong masih kolot. Contohnya, warga di sana masih percaya dengan berbagai kepercayaan kuno. Umpamanya, perawan sebelum datang bulan yang pertama, giginya harus dipungur. Alasannya, kalau sudah datang bulan payudaranya supaya cepat besar. Kalau sudah begitu, perawan tersebut biar cepat laku.

Karena masih percaya dengan adat dan kepercayaan tersebut, jumlah wanita di sana yang tidak bisa menyelesaikan pendidikan dasar masih sangat tinggi. Sebab walau masih SD kalau payudaranya sudah kelihatan besar langsung ditikahkan. Umumnya orang tua disana merasa malu kalau punya anak perawan yang payudaranya sudah kelihatan besar, tapi belum menikah.

Anehnya lagi, bagi yang sudah tidak perawan, pulang mandi dari umbul selalu telanjang dada.

“Nanti kalau tidak telanjang dada malah dikira masih perawan. Padahal anak saya sudah tiga,” kata Yu Sayem ketika minta keterangan oleh Misteri.

Kenapa tempat mandi di Umbul Manding dibiarkan terbuka? Dan, kenapa juga kalau mandi kaum perempuan harus bertelanjang dada?

Rupanya hal ini berkaitan dengan sebuah legenda masyarakat Semanding. Mereka percaya dengan kisah perawan desa yang bernama Srikunti.

Alkisah, beberapa puluh tahun silam, Srikunti ikut daftar jadi calon PNS. Ternyata dia diterima. Bahkan kemudian bunga desa ini menjadi guru di SD Semanding.

Walau Srikunti sudah menjadi guru namun dia tidak berubah. Terhadap siapa saja dia tetap tidak membeda-bedakan. Sehingga banyak orang yang simpati kepadanya. Salah satunya adalah mandor hutan yang bernama Basman. Cinta Basman diterima Srikunti. Keduanya berjanji akan hidup bersama.

Akhirnya setelah menikah, Srikunti diboyong Basman ke rumah orang tuanya yang juga ada di Desa Semanding. Mula-mula penganten ini hidup rukun. Srikunti sendiri waktu itu sudah kerasan hidup di rumah mertuanya.

Tetapi yang namanya hidup berrumah tangga ada saja rintangannya. Suatu ketika Srikunti mendengar kabar kalau suaminya suka mabuk-mabukkan. Walau dia sudah mengingatkan, suaminya tetap saja tidak mau mendengar. Hampir setiap hari Basman malah pulang sempoyongan karena mabuk.

Karena merasa kecewa, diam-diam Srikunti nekad pergi meninggalkan rumah. Supaya tidak terlihat orang setelah Maghrib dia baru berangkat. Namun setelah dia sampai di Umbul Munding malah berhenti. Lalu dia duduk di tepi umbul. Angan-angannnya pergi entah kemana. Dia teringat orang tuannya dan adik-adiknya. Hatinya susah.

Tidak terasa, sudah begitu lama Srikunti duduk melamun di tepi umbul. Sewaktu dia akan meninggalkan umbul, tiba-tiba dari dalam air muncul seorang puteri yang naik bulus raksasa. Sang putri menghampiri Srikunti.

“Kamu jangan mupus (putus asa) dan harus tetap tabah,” kata puteri itu. “Aku datang mau menolong kamu. Sekarang pulanglah ke rumah orang tuamu. Sediakan bunga tujuh warna. Besok bawa ke sini. Apa yang kamu minta bakal kesampaian,” sambungnya.

Setelah berkata begitu, puteri cantik tadi hilang entah kemana. Yang kelihatan di depan Srikunti tinggal bulus yang tadi dinaiki sang puteri.

Sementara itu, di rumah Basman bingung mencari isterinya. Sudah dicari kemana-mana tapi tidak ada.

Waktu tengah malam, Basman mendengar kabar kalau ada seorang wanita pingsan di dekat Umbul Munding. Dia cepat-cepat pergi kesana. Ternyata, wanita yang pingsan di dekat umbul adalah isterinya.

Setelah sadar, Srikunti menceritakan apa yang dialaminya. Mendengar kisah Srikunti, muncul kepercayaan dia sudah dibawa pergi siluman Bulus Putih. Sementara, Basman berjanji tidak akan mabuk-mabukan lagi.

Srikunti menjalankan pesan putri gaib yang menemuinya. Dia menyediakan bunga tujuh warna. Setelah itu, dibawa ke umbul dengan ditemani Basman, suaminya.

Keduanya menunggu datangnya sang puteri. Tetapi di tunggu sampai jauh malam sang puteri tak kunjung datang.

“Apakah sang puteri menipu saya, sehingga dia tidak datang?” Gumam Srikunti.

Karena tidak ada tanda-tanda sang putri akan datang, Srikunti dan Basman memutuskan meninggalkan umbul. Tetapi baru saja melangkah, tiba-tiba terdengar ada suara yang memanggil mereka.

“Kalau kamu ingin harta banyak jangan tergesa-gesa!” Kata suara dari dalam umbul.

“Kamu siapa?” Tanya Srikunti.

“Saya siluman Bulus Putih yang menunggu Umbul Manding.”

Srikunti dan Basman terdiam. Di hadapan mereka tampak sesosok putri cantik jelita.

“Kalau kamu ingin kaya, jaga umbul ini supaya sumbernya tetap besar!” Kata sang putri lagi.

“Bagaimana caranya?” Tanya Srikunti.

“Caranya gampang. Semua wanita yang di sini kalau mandi jangan ada yang menutupi payudara. Sebab, kalau ada yang berani menutupi payudaranya, siluman Bulus Putih akan marah.”

Setelah memberi pesan demikian, sang putri menghilang.

Entah bagaimana, cerita dari mulut ke mulut ini akhirnya dipercaya oleh banyak orang. Terutama warga Desa Semanding dan sekitarnya.

Ya, karena masih banyak yang percaya, sampai sekarang masih banyak orang yang ngalap berkah ke Umbul Manding. Apa lagi kalau malam Jum’at Legi, banyak warga luar Desa Semanding yang datang. Mereka melakukan ritual pamer payudara.

Pemandangan unik bisa saja kita saksikan. Selepas mandi dari Umbul Manding, banyak yang pulang dengan telanjang dada. Payudaranya dibiarkan dilihat orang. Ah, ada-ada saja!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar